suplier cardigan candies

Minggu, 27 November 2011

Perbedaan Angka Kecukupan Gizi dengan Angka kebutuhan Gizi


Angka Kecukupan Gizi
            Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (DRA) merupakan kecukupan rata-rata zat gizi sehari bagi hampir semua orang sehat (97,5%) menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh aktifitas fisik, genetik dan keadaan fisiologis. Di Indonesia, Angka Kecukupan Gizi (AKG) disusun dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) setiap 5 tahun sekali sejak tahun 1978. AKG ini mencerminkan asupan rata-rata sehari yang dikonsumsi oleh populasi dan bukan merupakan perorangan/individu. Berbeda dengan kebutuhan gizi ( requirement), menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh masing-masing individu sehingga ada yang rendah dan tinggi yang dipengaruhi oleh faktor genetik. Kegunaan AKG yang dianjurkan adalah 1) untuk menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi makanan bagi penduduk. 2) untuk perencanaan dalam pemberian makanan tambahan maupun perencanaan makanan institusi. 3) untuk perencanaan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional.
Angka Kebutuhan Gizi
            Angka kebutuhan gizi adalah jumlah zat gizi minimal yang diperlukan seseorang/ individu agar dapat hidup sehat, yang digunakan untuk mempertahankan hidup, melakukan kegiatan internal/eksternal, menunjang pertumbuhan, melakukan aktifitas fisik, pemeliharaan tubh, metabolsme basal, pernapasan dan evaporasi serta pencernaan dan ekskresi. Angka kebutuhan gizi dipengaruhi oleh variasi kebutuhan tinggi atau rendah akibat faktor genetik.

Perbedaan AKG tahun 1998 dengan AKG 2004
            Beberapa alasan kenapa AKG khususnya angka kecukupan energi dan protein harus disempurnakan adalah 1) basis perhitungan AKE 1998 bagi orang dewasa overestimate bagi populasi AsiaTenggara, 2) perubahan selang dalam pengelompokkan umur; dan 3) perubahan berat badan rujukan AKG pada kelompok usia tertentu. AKE diperoleh  dari kebutuhan energi sedangkan AKP diperoleh dari kebutuhan protein ditambah 2x koefisien variasi dan dikoreksi dengan mutu proetein makanan kecuali bagi bayi 0-6 bulan.
            AKG mineral mengalami penyempurnaan yaitu penambahan mineral tertentu seperti Magnesium (Mg), Flour , Mangan (Mn). Penambahan mineral  pada AKG 2004 karena terkait manfaat ketiga mineral dalam metabolism tubuh yaitu: 1) sebagai kofaktor dalam reaksi metabolic, 2) sebagai bagian dari senyawa yang mengandung zat organic seperti enzim, hormone,dan unsure tertentu dalam darah, 3) sebagai ion dalam pergerakan zat melintasi membrane sel dan pergerakan otot.
            Dalam AKG 2004 juga terdapat pembahasan anjuran asupan total lemak jenuh, asam lemak PUFA dan anjuran serat. Hal tersebut dihubungkan dengan program Perilaku Hidup Sehat (PHBS) yang sinergis denan anjuran WNPG 2004 yaitu rekomndasi konsumsi serat makanan dan ketiga mineral tersebut. Penekanan batas anjuran lemak jenuh yaitu tidak lebih dari 8% sebagai salah satu upaya untuk mencegah penyakit degeneratif.

Jumat, 11 November 2011

WASPADAI DIABETES MELITUS?!


Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang tidak ditularkan (Non-Communicable disease ) dan sering ditemukan di masyarakat seluruh dunia. Di negara berkembang DM juga sebagai penyebab kematian 4 – 5 kali dibandingkan dengan penyakit lain. Insidensi DM terus meningkat secara tajam, sampai saat ini tercatat sebanyak 177 juta penderita diabetes di seluruh dunia, dan diperkirakan pada tahun 2025 akan didapatkan penderita diabetes sebanyak 300 juta penderita.
        Peningkatan insidensi DM akan meningkatkan insidensi komplikasi akibat diabetes tersebut. Dari berbagai penelitian didapatkan sebanyak 30-40% penderita DM tipe 2 (DMt2) akan mengalami kerusakan ginjal berupa nefropati diabetik yang pada akhirnya akan jatuh ke Gagal ginjal terminal yang akan memerlukan hemodialisis. Selain komplikasi pada organ ginjal ini, DM ini juga sebagai penyebab peningkatan insidensi kesakitan dan kematian penyakit kardiovaskuler. Dengan meningkatnya insidensi DMt2 maka secara signifikan akan meningkatkan pula insidensi gagal ginjal dan penyakit kardiovaskuler2. Dengan demikian peningkatan insidensi DMt2 yang signifikan akan meningkatkan pula insidensi gagal ginjal dan penyakit kardiovaskuler.
          Diabetes terbagi menjadi 2 yaitu tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta yang terdapat dalam pankreas. Pada keadaan normal, kadar insulin dalam darah akan berfluktuasi tergantung kadar gula dalam darah. Kadar insulin akan meningkat sesaat setelah makan dan akan menurun begitu tidak memakan sesuatu. Fungsi utama insulin adalah mendistribusikan glukosa yang terdapat dalam darah ke seluruh tubuh guna di metabolisme untuk menghasilkan energi. Bila kadar gula atau glukosa yang ada melebihi kebutuhan maka kelebihan itu akan disimpan dalam hati. Simpanan glukosa ini akan dilepaskan jika diperlukan. Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL.  Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.
Dengan kondisi seperti itu maka diperlukan upaya pengelolaan dan pencegahan terhadap komplikasi yang sering menjadi suatu langkah pengelolaan yang strategis dan sangat penting, dengan harapan upaya tersebut dapat menunda perkembangan terjadinya komplikasi maupun menghambat progresitfitas komplikasi yang sudah terjadi. Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Sedangkan pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. 
 
Etiologi Penyakit Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi (Brunner & Suddarth 2002). Dua tipe utama diabetes mellitus primer yang dikenali adalah: (1) Diabetes mellitus tipe 1 disebut diabetes mellitus tergantung insulin atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan (2) Diabetes mellitus tipe 2 atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (Price & Wilson 2006).
Diabetes mellitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetic tampaknya memberikan respons terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi autoantibody terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Manifestasi klinis diabetes mellitus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak. Pada diabetes mellitus dalam bentuk yang lebih berat, sel-sel beta telah dirusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolik yang berkaitan dengan defisiensi insulin (Price & Wilson 2006).
Diabetes mellitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Mansjoer 2001).
Patofisiologi Penyakit Diabetes Melitus
Menurut (Brunner & Suddarth 2002) pada diabetes mellitus tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel β pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
Pada diabetes mellitus tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Brunner & Suddarth 2002).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes melitus tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes melitus tipe 2, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes melitus tipe 2. Meskipun demikan, diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler non-ketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes melitus tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur (Brunner & Suddarth 2002).


Tanda dan Gejala Penyakit Diabetes Melitus
Menurut Price & Wilson (2006) pasien dengan diabetes melitus tipe 1 sering memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Sebaliknya, pasien dengan diabetes melitus tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. 

Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impoteni pada pria serta pruritus vulva pada wanita (Brunner & Suddarth 2002).  
Gambaran Laboratorik
Sesuai dengan kriteria American Diabetes Association (ADA) untuk orang dewasa yang tidak hamil, diagnosis diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan penemuan (1) gejala klasik diabetes dan hiperglikemia yang jelas, (2) kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7 mmol/L) pada sekurang-kurangya dua kesempatan, dan (3) kadar glukosa plasma yang didapat selama tes toleransi glukosa (OGTT) ≥200 mg/dl pada 2 jam dan paling sedikit satu kali antara 0 sampai 2 jam sesudah pasien makan glukosa. Kadar glukosa puasa yang ditentukan adalah 126 mg/dl karena kadar tersebut merupakan indeks terbaik dengan nilai setelah 2 jam pemberian glukosa adalah 200 mg/dl dan pada kadar tersebut retinopati diabetik, yaitu suatu komplikasi diabetes muncul untuk pertama kalinya (Price & Wilson 2006).
Pengobatan, Perawatan dan Pencegahan Penyakit Diabetes Melitus
Penatalaksanaan diabetes melitus didasarkan pada (1) rencana diet, (2) latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik, (3) agen-agen hipoglikemik oral, (4) terapi insulin, (5) pengawasan glukosa di rumah, dan (6) pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri. Diabetes adalah kronik, dan pasien perlu menguasai pengobatan dan belajar bagaimana menyesuaikannya agar tercapai kontrol metabolik yang optimal. Pasien dengan diabetes melitus tipe 1 adalah defisiensi insulin dan selalu membutuhkan terapi insulin. Pada pasien diabetes melitus tipe 2 terdapat resistensi insulin dan dafisiensi insulin relatif dan dapat ditangani tanpa insulin (Price & Wilson 2006).
Rencana diet pada pasien diabetes dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Sibbuea (1997).menyatakan bahwa prinsip dasar diet diabetes adalah pemberian kalori sesuai dengan kebutuhan. Prinsip kedua adalah menghindari konsumsi gula dan makanan ynag mengandung gula didalamnya. Sebaiknya juga menghindari konsumsi hidrat arang hasil dari pabrik yang berupa tepung dengan segala produknya. Hidrat arang olahan ini akan lebih cepat diubah menjadi gula di dalam darah. Prinsip ketiga adalah mengurangi konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari. Tubuh penderita diabetes akan lebih mengalami kelebihan lemak darah, kelebihan lemak ini berasal dari gula darah yang tidak terpakai sebagai energi. Prinsip keempat adalah memperbanyak konsumsi serat dalam makanan. Yang terbaik adalah serat yang larut air seperti pectin (ada dalam buah apel), segala jenis kacang-kacangan dan biji-bijian (asal tidak digoreng!). serat larut air ini terbukti dapat menurunkan kadar gula darah. Semua jenis serat akan memperbaiki pencernaan, mempercepat masa transit usus, serta memperlambat penyerapan gula dan lemak.
Perencanaan makan bagi penderita diabetes sesuai standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi: Karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%.makanan dengan komposisi KH sampai 70-75% masih memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA, Mono Unsaturated Fatty Acid) dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 25 gr/hari, diutamakan serat larut. Pemanis buatan yang tidak bergizi, yang aman dan dapat diterima untuk digunakan pasien diabetes termasuk yang sedang hamil adalah: sakarin, aspartame, acesulfame, potassium dan sucralose. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani. (Sibbuea 1997).

Price & Wilson (2006) menyebutkan bahwa latihan fisik kelihatannya mempermudah transport glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan insulin menurun selama latihan fisisk sehingga hipglikemia dapat dihindarkan. Naumn, pasien yang mendapat suntikan insulin, tidak mampu untuk memakai cara ini, dan peningkatan ambilan glukosa selama latihan fisik dapat menimbulkan hipoglikemia. Faktor ini penting khususnya ketika pasien melakukan latihan fisik saat insulin telah mencapai kadar maksimal atau puncaknya. Dengan menyesuaikan waktu pasien dalam melakukan latihan fisik, pasien mungkin dapat meningkatkan pengontrolan kadar glukosa mereka.
Pasien-pasien dengan gejala diabetes mellitus tipe 2 dini dapat mempertahankan kadar glukosa darah normal hanya dengan menjalankan renacana diet dan latihan fisik saja, tetapi, sebagai penyakit yang progresif, obat-obat oral hipoglikemik juga dianjurkan. Obat-obat yang digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfonilurea. Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion. Metformin menurunkan produksi glukosa hepatik, menurunkan absorbsi glukosa pada usus, dan meningkatkan kepekaan insulin, khususnya di hati. Metformin tidak meningkatkan berat badan seperti insulin sehingga biasa digunakan, khususnya pada pasien dengan obesitas (Price & Wilson 2006).
Tiazolidinedion meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan produksi glukosa hepatik. Bila kadar glukosa tidak dapat dikontrol secara optimal dengan menggunakan cara-cara yang sudah dejelaskan, pasien diabetik tipe 2 dengan sisa-sisa pulau Langerhans yang masih berfungsi, merupakan calon yang tepat untuk menggunakan sulfonilurea. Obat-obat ini merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin. Obat-obatan ini dapat menyebabkan retensi air dan tidak dianjurkan untuk diberikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif (Price & Wilson 2006).

TUJUAN DAN SYARAT DIET PENYAKIT DIABETES MELITUS
Tujuan Diet Penyakit Diabetes Melitus
1.    Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin
2.    Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal
3.    Memberi cukup energy untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal
4.    Meningkatkan derajat kesehatan melalui gizi yang optimal
Syarat Diet Penyakit Diabetes Melitus
1.    Energi cukup untuk mempertahankan berat badan normal
2.    Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energy total
3.    Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energy total
4.    Kebutuhan karbohidrat 60-70% dari kebutuhan energy total
5.    Penggunaan gula alternative dalam jumlah terbatas
6.    Asupan serat 25 gr/ hari
7.    Cukup vitamin dan mineral


BAHAN MAKANAN YANG DILARANG DAN DIANJURKAN

Bahan Makanan yang Dianjurkan
1.    Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mi, kentang, singkong, ubi, sagu
2.    Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe, tahu, dan kacang- kacangan
3.    Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus, disetup, direbus, dan dibakar.

Bahan Makanan yang Dibatasi
1.    Mengandung banyak gula sederhana seperti:
a.    Gula pasir, gula jawa
b.    Sirop, jam, jeli, buah yang diawetkan dengan gula, susus kental manis, minuman ringan, es krim
c.    Kue- kue manis, dodol, cake
2.    Mengandung banyak lemak, seperti: cake, makanan siap saji, goreng- gorengan.
3.    Mengandung banyak Natrium seperti: ikan asin, telur asain.