Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang tidak
ditularkan (Non-Communicable disease ) dan sering ditemukan di
masyarakat seluruh dunia. Di negara berkembang DM juga sebagai penyebab
kematian 4 – 5 kali dibandingkan
dengan penyakit lain. Insidensi DM terus meningkat secara tajam, sampai saat
ini tercatat sebanyak 177 juta penderita diabetes di seluruh dunia, dan
diperkirakan pada tahun 2025 akan didapatkan penderita diabetes sebanyak 300
juta penderita.
Peningkatan insidensi DM akan meningkatkan insidensi komplikasi akibat diabetes
tersebut. Dari berbagai penelitian didapatkan sebanyak 30-40% penderita DM tipe
2 (DMt2) akan mengalami kerusakan ginjal berupa nefropati diabetik yang pada
akhirnya akan jatuh ke Gagal ginjal terminal yang akan memerlukan hemodialisis.
Selain komplikasi pada organ ginjal ini, DM ini juga sebagai penyebab peningkatan
insidensi kesakitan dan kematian penyakit kardiovaskuler. Dengan meningkatnya
insidensi DMt2 maka secara signifikan akan meningkatkan pula insidensi gagal
ginjal dan penyakit kardiovaskuler2. Dengan demikian peningkatan insidensi DMt2
yang signifikan akan meningkatkan pula insidensi gagal ginjal dan penyakit
kardiovaskuler.
Diabetes terbagi menjadi 2 yaitu tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin
dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil
insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan
pada balita, anak-anak dan remaja.Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat
berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti
kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya
sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai
dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta yang terdapat
dalam pankreas. Pada keadaan normal, kadar insulin dalam darah akan berfluktuasi
tergantung kadar gula dalam darah. Kadar insulin akan meningkat sesaat setelah
makan dan akan menurun begitu tidak memakan sesuatu. Fungsi utama insulin
adalah mendistribusikan glukosa yang terdapat dalam darah ke seluruh tubuh guna
di metabolisme untuk menghasilkan energi. Bila kadar gula atau glukosa yang ada
melebihi kebutuhan maka kelebihan itu akan disimpan dalam hati. Simpanan
glukosa ini akan dilepaskan jika diperlukan. Normalnya
kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL. Seseorang dikatakan
mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai
normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami
penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.
Dengan kondisi seperti itu maka diperlukan upaya pengelolaan dan
pencegahan terhadap komplikasi yang sering menjadi suatu langkah pengelolaan
yang strategis dan sangat penting, dengan harapan upaya tersebut dapat menunda
perkembangan terjadinya komplikasi maupun menghambat progresitfitas komplikasi yang
sudah terjadi. Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani
pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang
berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta
melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Sedangkan pada penderita diabetes mellitus tipe 2,
penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan
aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci
program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga.
Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet
akan diperlukan.
Etiologi
Penyakit Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam
darah atau hyperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah
tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi
(Brunner & Suddarth 2002).
Dua tipe utama diabetes mellitus primer yang dikenali
adalah: (1) Diabetes
mellitus tipe 1 disebut diabetes mellitus tergantung insulin atau Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan (2) Diabetes mellitus tipe 2 atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung
Insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (Price & Wilson 2006).
Diabetes
mellitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM) adalah
penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada
akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi
insulin. Individu yang peka secara genetic tampaknya memberikan respons
terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan
memproduksi autoantibody terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Manifestasi klinis
diabetes mellitus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak. Pada
diabetes mellitus dalam bentuk yang lebih berat, sel-sel beta telah dirusak
semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolik yang
berkaitan dengan defisiensi insulin (Price & Wilson 2006).
Diabetes
mellitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel β dan
resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini
terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Mansjoer 2001).
Patofisiologi Penyakit Diabetes
Melitus
Menurut (Brunner & Suddarth 2002)
pada diabetes mellitus tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel β
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin
(glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
Pada diabetes mellitus tipe 2
terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Brunner & Suddarth 2002).
Untuk mengatasi resistensi insulin
dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan
ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes
melitus tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas diabetes melitus tipe 2, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes melitus tipe 2. Meskipun
demikan, diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
non-ketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif,
maka awitan diabetes melitus tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan
yang kabur (Brunner & Suddarth 2002).
Tanda dan Gejala Penyakit Diabetes
Melitus
Menurut
Price & Wilson (2006) pasien dengan diabetes melitus tipe 1 sering
memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya
berat badan, polifagia, lemah. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul
ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera.
Sebaliknya, pasien dengan diabetes melitus tipe 2 mungkin sama sekali tidak
memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan
pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa.
Pada
hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin menderita polidipsia,
poliuria, lemah. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini
tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin
tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Gejala lain yang
mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impoteni pada
pria serta pruritus vulva pada wanita (Brunner & Suddarth 2002).
Gambaran Laboratorik
Sesuai
dengan kriteria American Diabetes
Association (ADA) untuk orang dewasa yang tidak hamil, diagnosis diabetes
mellitus ditegakkan berdasarkan penemuan (1) gejala klasik diabetes dan
hiperglikemia yang jelas, (2) kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7 mmol/L)
pada sekurang-kurangya dua kesempatan, dan (3) kadar glukosa plasma yang
didapat selama tes toleransi glukosa (OGTT) ≥200 mg/dl pada 2 jam dan paling
sedikit satu kali antara 0 sampai 2 jam sesudah pasien makan glukosa. Kadar
glukosa puasa yang ditentukan adalah 126 mg/dl karena kadar tersebut merupakan
indeks terbaik dengan nilai setelah 2 jam pemberian glukosa adalah 200 mg/dl
dan pada kadar tersebut retinopati diabetik, yaitu suatu komplikasi diabetes
muncul untuk pertama kalinya (Price
& Wilson 2006).
Pengobatan, Perawatan dan Pencegahan
Penyakit Diabetes Melitus
Penatalaksanaan
diabetes melitus didasarkan pada (1) rencana diet, (2) latihan fisik dan
pengaturan aktivitas fisik, (3) agen-agen hipoglikemik oral, (4) terapi
insulin, (5) pengawasan glukosa di rumah, dan (6) pengetahuan tentang diabetes
dan perawatan diri. Diabetes adalah kronik, dan pasien perlu menguasai
pengobatan dan belajar bagaimana menyesuaikannya agar tercapai kontrol
metabolik yang optimal. Pasien dengan diabetes melitus tipe 1 adalah defisiensi
insulin dan selalu membutuhkan terapi insulin. Pada pasien diabetes melitus tipe 2 terdapat resistensi
insulin dan dafisiensi insulin relatif dan dapat ditangani tanpa insulin (Price & Wilson 2006).
Rencana
diet pada pasien diabetes dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan
karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Sibbuea (1997).menyatakan bahwa prinsip dasar diet diabetes adalah
pemberian kalori sesuai dengan kebutuhan. Prinsip kedua adalah menghindari konsumsi gula dan makanan ynag
mengandung gula didalamnya. Sebaiknya juga menghindari konsumsi hidrat arang
hasil dari pabrik yang berupa tepung dengan segala produknya. Hidrat arang
olahan ini akan lebih cepat diubah menjadi gula di dalam darah. Prinsip ketiga adalah mengurangi
konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari. Tubuh penderita diabetes akan lebih
mengalami kelebihan lemak darah, kelebihan lemak ini berasal dari gula darah
yang tidak terpakai sebagai energi. Prinsip
keempat adalah memperbanyak konsumsi serat dalam makanan. Yang
terbaik adalah serat yang larut air seperti pectin (ada dalam buah apel),
segala jenis kacang-kacangan dan biji-bijian (asal tidak digoreng!). serat
larut air ini terbukti dapat menurunkan kadar gula darah. Semua jenis serat
akan memperbaiki pencernaan, mempercepat masa transit usus, serta memperlambat
penyerapan gula dan lemak.
Perencanaan makan bagi penderita
diabetes sesuai standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:
Karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%.makanan dengan komposisi KH
sampai 70-75% masih memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol
disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak
tidak jenuh (MUFA, Mono Unsaturated Fatty Acid) dan membatasi PUFA (Poly
Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 25
gr/hari, diutamakan serat larut. Pemanis buatan yang tidak bergizi, yang aman
dan dapat diterima untuk digunakan pasien diabetes termasuk yang sedang hamil
adalah: sakarin, aspartame, acesulfame, potassium dan sucralose. Jumlah kalori
disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan
kegiatan jasmani. (Sibbuea 1997).
Price
& Wilson (2006) menyebutkan bahwa latihan fisik
kelihatannya mempermudah transport glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan
kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan insulin menurun
selama latihan fisisk sehingga hipglikemia dapat dihindarkan. Naumn, pasien
yang mendapat suntikan insulin, tidak mampu untuk memakai cara ini, dan
peningkatan ambilan glukosa selama latihan fisik dapat menimbulkan
hipoglikemia. Faktor ini penting khususnya ketika pasien melakukan latihan
fisik saat insulin telah mencapai kadar maksimal atau puncaknya. Dengan
menyesuaikan waktu pasien dalam melakukan latihan fisik, pasien mungkin dapat
meningkatkan pengontrolan kadar glukosa mereka.
Pasien-pasien dengan gejala diabetes
mellitus tipe 2 dini dapat mempertahankan kadar glukosa darah normal hanya
dengan menjalankan renacana diet dan latihan fisik saja, tetapi, sebagai
penyakit yang progresif, obat-obat oral hipoglikemik juga dianjurkan. Obat-obat
yang digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfonilurea. Dua tipe
pensensitif yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion. Metformin
menurunkan produksi glukosa hepatik, menurunkan absorbsi glukosa pada usus, dan
meningkatkan kepekaan insulin, khususnya di hati. Metformin tidak meningkatkan
berat badan seperti insulin sehingga biasa digunakan, khususnya pada pasien
dengan obesitas (Price
& Wilson 2006).
Tiazolidinedion meningkatkan
kepekaan insulin perifer dan menurunkan produksi glukosa hepatik. Bila kadar
glukosa tidak dapat dikontrol secara optimal dengan menggunakan cara-cara yang
sudah dejelaskan, pasien diabetik tipe 2 dengan sisa-sisa pulau Langerhans yang
masih berfungsi, merupakan calon yang tepat untuk menggunakan sulfonilurea.
Obat-obat ini merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin.
Obat-obatan ini dapat menyebabkan retensi air dan tidak dianjurkan untuk
diberikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif (Price & Wilson 2006).
TUJUAN DAN SYARAT DIET PENYAKIT DIABETES MELITUS
Tujuan Diet Penyakit Diabetes Melitus
1. Mempertahankan kadar glukosa darah
supaya mendekati normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin
2. Mencapai dan mempertahankan kadar
lipida serum normal
3. Memberi cukup energy untuk
mempertahankan atau mencapai berat badan normal
4. Meningkatkan derajat kesehatan melalui
gizi yang optimal
Syarat Diet Penyakit Diabetes Melitus
1. Energi cukup untuk mempertahankan
berat badan normal
2. Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15%
dari kebutuhan energy total
3. Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25%
dari kebutuhan energy total
4. Kebutuhan karbohidrat 60-70% dari
kebutuhan energy total
5. Penggunaan gula alternative dalam
jumlah terbatas
6. Asupan serat 25 gr/ hari
7. Cukup vitamin dan mineral
BAHAN MAKANAN YANG DILARANG DAN DIANJURKAN
Bahan Makanan yang
Dianjurkan
1. Sumber karbohidrat kompleks seperti
nasi, roti, mi, kentang, singkong, ubi, sagu
2. Sumber protein rendah lemak, seperti
ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe, tahu, dan kacang- kacangan
3. Sumber lemak dalam jumlah terbatas
yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara
dipanggang, dikukus, disetup, direbus, dan dibakar.
Bahan Makanan yang
Dibatasi
1. Mengandung banyak gula sederhana
seperti:
a.
Gula
pasir, gula jawa
b.
Sirop,
jam, jeli, buah yang diawetkan dengan gula, susus kental manis, minuman ringan,
es krim
c.
Kue-
kue manis, dodol, cake
2. Mengandung banyak lemak, seperti:
cake, makanan siap saji, goreng- gorengan.
3.
Mengandung
banyak Natrium seperti: ikan asin, telur asain.